Thursday 12 June 2014

Cara Baruku Menghadapi Trichotillomania



Hai teman-teman...
Kembali bersama Kisa disini...

Oke, saat ini aku semester 8 dan lagi stres-stresnya bikin skripsi... Aku sempat agak 'down' karena trich-ku makin parah... Aku udah berusaha mencoba berbagai cara tapi gagal total, dan sekarang di kepalaku udah seperempat botak..(nangis darah)
Nah, untungnya beberapa hari yang lalu aku memberanikan diri cerita tentang penyakitku ini ke seorang teman. Well, adik angkatan di fakultasku sih sebenernya. Awalnya aku sempet takut buat crita dan temenku yang termasuk super sabar ini sempet juga ngamuk ke aku, akhirnya dengan nangis aku cerita ke dia. Yang aku kira dia ga bakal bisa kasih solusi ternyata temanku ini secara ga terduga malah bisa kasih cara yang udah beberapa hari ini kupraktekkan dan membawa dampak yang menurutku cukup 'ekstrim' manjurnya. Mungkin akan berguna juga buat teman-teman lainnya yang membaca blogku ini.
Jadi awalnya dia berkata kalo aku harus didisiplinkan. Lalu dia bikin sebuah peraturan yang kalau semisal aku melanggar bakal ada konsekuensi yang berat. Ini adalah perjanjian yang kutulis di notesku:

SEMBUH TRICHOTILLOMANIA DALAM 21 HARI

Saksi : Tuhan Yesus dan Santa Lucia (ini karena kepercayaanku ya teman-teman, dan St. Lucia adalah nama Santa pelindungku, kalian bisa menggantinya sesuai kepercayaan kalian masing-masing n_n )
Mulai tanggal 9 Juni-1 Juli 2014 (kalau misal sukses, maka akan berlaku sampai selamanya)
Sanksi :
1.) Apabila dalam satu hari aku mencabut maksimal 7 rambut, maka jatah makanku pada hari itu akan hilang 1. (NB: jatah makanku sehari 3x)
2.)Bila dalam 21 hari aku kehilangan jatah makan 21 kali (ini artinya 7x21 kali mencabut rambut ya?), maka hari perjanjiannya akan ditambah menjadi 21 hari lagi. (balik lagi jadi hari pertama deh)
3.) Jam dimulai dari jam 18.00 (itu karena makan malamku jam segitu) dan berlaku 24 jam.
4.) Setiap kita mencabut rambut, harus segera ditulis di notes (kayak garis-garis berhitung gitu) supaya tidak lupa. Because, percaya deh, kalo ga segera kita tulis, pasti kita lupa udah nyabut berapa.

Karena temanku ga tinggal di tempat yang bisa melihat perkembanganku secara langsung, dia cuma akan mengontrol dari sms yang dia kirimkan setiap hari. Kata dia sih, dia usahakan sms aku 3x sehari, walaupun dia ga janji karena dia juga orangnya sibuk. Di sms dia cuma bakal tanya : "hayo mbak, udah bolong berapa kali hari ini?" gitu.
Sebagai catatan penting nih (yang dia tekankan tiap hari): dia memang ga bisa lihat apa saja yang aku perbuat secara langsung, tapi sekali lagi SAKSInya itu adalah DIA yang Mahamelihat dan Mahamengetahui, jadi aku ga akan bisa bohong.

Aku bersyukur banget karena punya teman yang seperti adik kelasku ini. Seseorang yang ga cuma dengerin keluh kesah kita, tapi dia 'doing something' buat kita. Justru kadang aku yang ga enak hati, karena aku sama sekali ga bisa balas apa-apa (bahkan beliin dia pulsa pun aku belum mampu >.<).
Terkadang ga ada salahnya buat berbagi dengan orang lain tentang apa yang terjadi sama kita. Awalnya pasti kita ketakutan dan pikiran kita macem-macem. kalo dia ilfil gimana? kalo dia langsung menjauhi kita gimana? dan yang paling parah: kalo dia ngejek kita gimana?
Tapi kita ga akan menghasilkan sesuatu kalau kita tetap bertahan di 'zona aman' kita bukan?
Temanku ini bilang: Kalau mbak ingin sembuh, kalau mbak ingin berubah, ayo, segera pergi dan keluar dari zona aman mbak!
Gitu... Ya temenku ini tipe-tipe motivator gitu sih... Jadi kalau ngomong sering berapi-api.
Pas awal aku ga mau cerita, dia sempat marah dan bilang: Kalau mbak aja ga mau cerita ke orang lain, gimana mbak bisa mengharapkan orang itu bisa bantu masalahmu mbak?!

Oke, sekian pengalamanku ya teman-teman. 21 hari ke depan aku akan berbagi informasi tentang hasil yang sudah kudapatkan. Berhasil ataukah gagal. Terima kasih buat teman-teman yang sudah sharing di blogku maupun kirim email ke aku. Ini salah satu jawabanku buat kalian yang tanya gimana caranya buat bisa sembuh. Ini cuma salah satu cara aja. Oh iya, kata temanku itu, kalau dalam kasus OCD, khususnya trichotillomania ini, yang paling kita butuhkan itu adalah perhatian atau care dari orang lain. :)

Good Luck and God Bless You All!!
Salam Sayang,
Kisa

Tuesday 17 April 2012

Curahan Hati Penderita Trichotillomania

Dear Semuanya,
Hari ini tanggal 7 Maret 2012. Hari ini, aku membaca istilah baru waktu aku buka Google. Trichotillomania. Haha. Aneh ya namanya?
Tapi aku hari ini juga tau,kalau selama ini aku mengidap penyakit ini. Selama bertahun-tahun. Selama ini aku kira ini hanya sebuah kebiasaan jelek. Kebiasaanku mencabuti rambut sejak aku duduk di bangku SD. Kebiasaan yang membuatku dijauhi teman2ku karena melihatku aneh. Kebiasaanku ini juga membuat rambutku pitak. Dan hari ini aku tau kalau itu adalah penyakit. Penyakit mental. Masih belum pasti apa itu ada sangkut-pautnya sama kelainan saraf di otak. Tapi semoga tidak begitu.
Saat SD sering aku diejek dan dijauhi oleh teman2 karna kebiasaanku ini membuat penampilanku jadi ga karuan. Rambut adalah mahkota wanita. Oke, that’s true... Penampilanku saat itu, rambut di kepalaku hampir botak, bulu mataku pun cuma tinggal yang sebelah kiri. Ga tau ya, aku sadar kalau perbuatanku yang suka cabut-cabut rambut itu salah. Sampai waktu itu aku sering dimarahi Ibu dan dipukul sama kakakku kalau tanganku terlihat mulai memilin-milin rambut. Tapi, sensasinya itu lho. Aku paling suka rasanya saat rambut tercabut dari kulitku. Ga sakit kok, justru setiap satu helai rambut yang tercabut, hal itu memberikan rasa lega. Gatal-gatal enak gimana gitu. Aku juga paling suka mengamati akar rambutku yang warnanya hitam. Itu kelainan, I know that clearly. Tapi itu semakin lama semakin parah. Aku bahkan tanpa sadar bisa mencabuti rambut. Benar-benar tanpa sadar! Aku pernah dibawa ke dokter kulit sama Ibuku waktu aku kelas 6. Minta obat penyubur rambut. Ibuku cerita soal kebiasaan anehku itu ke dokter. Dokter menyarankan Ibuku untuk membawaku ke psikiater. Tapi aku kan ga gila. Please deh, itu cuma kebiasaan aneh. Dan aku akan buktikan kalau aku bisa menghentikannya. Well, ternyata berhasil. Aku bisa sembuh.
Tapi tebak, ‘kesembuhan’ itu hanya bertahan sekitar satu tahun. Dan saat aku di kelas 2 SMP,hal itu berlanjut. Keluargaku udah pasrah liat aku kayak gitu. Aku malu, itu sudah pasti. Tapi sensasi dari mencabut rambut bisa mengalahkan rasa maluku. Wow... Aneh, aneh! Aku sering frustasi karena ga punya teman. Ingin aku berubah. Tapi hal itu malah semakin membuat tanganku dengan sendirinya mengarah ke kepala, menarik satu helai rambut, dan... Dut. Tercabut. Begitu terus sampai tanganku berhenti dengan sendirinya karna kelelahan. Teman-temanku tau, apalagi yang sudah satu kelas denganku saat SD. Wah, benar-benar kayak di neraka jahanam.
Saat masuk SMA, duniaku mulai berubah. Duniaku, bukan kebiasaanku. Karna di SMA ini teman yang berasal dari SD dan SMPku sedikit, aku bisa total memperbaiki kepribadianku. Kepribadian lho, bukan kebiasaan. Aku masih suka mencabuti rambut. Tapi karna di SMA ini entah aku yang sudah bisa bersosialisasi atau memang teman2ku yang menerimaku apa adanya, aku punya baaanyaak teman. Mungkin teman2ku tau, tapi mereka pura-pura ga tau. Aku lebih nyaman dengan hal itu. Apalagi pacar-pacarku saat itu ga complain sama kebiasaanku ini. Aku bener-bener jadi ga ada motivasi buat menghentikan kebiasaanku mencabuti rambut. Padahal terang-terangan rambutku itu pitak dan aku ga pakai wig. Tapi aku ga bodoh di kelas, banyak yang memuji kalau aku pintar. Mereka terkadang meminta bantuanku untuk mengajari soal-soal pelajaran. Aku anggota OSIS, ditambah aku bisa menang saat Olimpiade Sains. Itu membanggakan. Dan teman2 semakin banyak, mereka tidak memandang pada keadaan rambut dan kebiasaanku lagi. Saat-saat itu benar-benar menyenangkan. Aku punya pacar,yang sampai sekarang dia masih setia mendampingiku, dan teman2 se-geng yang baik hati. Aku dikenal adik-adik dan kakak-kakak kelas, juga guru-guru. It’s wonderful. Aku bahagia.
Saat ini aku berumur 19 tahun. Aku sekarang kuliah semester 4 di sebuah perguruan tinggi negeri di Malang. Dan kuakui, sampai detik ini, aku masih seringkali mencabuti rambut. Memang tidak separah dulu waktu SD. Kalau saat SD dulu, bukan pitak lagi sih namanya, tapi setengah botak. Sekarang, di kepalaku pitak-pitak kecil-kecil. Aku malu sebenernya. Aku lho udah kuliah, begitu terus yang kuteriakkan di otakku, tapi kok rasanya udah kebal ya? Hiks,hiks...
Aku pengen berubah... Waktu aku tau ternyata itu penyakit, aku langsung cerita ke pacarku. Karna pacarku itu temen sebangkuku waktu SD, jadi dia udah kenal banget sama kebiasaan jelekku ini. Tapi dia kasih aku support. Dia bilang, kamu pasti bisa sembuh kok... Ceile, so sweet banget ya....
Doain ya teman-teman... Aku pengen sembuh. Tapi mustahil kalau aku bisa berhenti nyabutin rambut cuma dalam sehari. Impossible, right? Mungkin dengan cara mengurangi sedikit demi sedikit jumlah rambut yang aku cabut, lama-lama aku bisa berhenti. Amin.
Bagi kalian yang juga punya masalah yang sama sepertiku, terus semangat ya! Aku yakin, kita pasti bisa!
there is a will, there is a way
Salam Sayang,
Kisa